Senin, 18 April 2011

Pilih Yang Terbaik


Kisah seorang Bapak yang mempunyai 2 orang anak laki-laki. Suatu hari ia mendatangi anak sulungnya menyuruh supaya ia bekerja dikebun anggur mereka. Tanpa membantah sang anak langsung melakukan perintah bapaknya. Namun apa yang terjadi? Ternyata kesanggupannya hanya manis dibibir. Ia hanya mendengar tetapi tidak melakukannya. Lalu sang Bapak datang kepada anak yang bungsu dengan perintah yang sama. Tanpa pikir panjang sibungsu langsung menolak perintah tersebut. Namun kemudian, setelah lama merenung iapun pergi melakukannya.
Cerita diatas, tentunya tidak asing lagi bagi kita untuk kita dengar. Karena cerita diatas merupakan realita yang acap kali kita lakukan dan lazim terjadi. Disaat kita diperintah sesuatu, kita langsung menyatakan kesanggupan kita, sehingga yang menyuruh kitapun jadi senang. Namun disaat kemudian kita tidak berbuat seperti apa yang kita ucapkan yang akhirnya membuat orang tersebut kecewa dan sedih. Disaat yang berbeda, kita menolak perintah seseorang, dan membuat orang tersebut kecewa. Namun disaat kemudian orang tersebut gembira dan senang karna jawaban yang mengecewakan tadi memberi hasil yang menyenangkan, karena kita melakukan perintah tersebut setelah menyadari kalau sebenarnya kita bisa melakukan perintah tersebut.
Jika kita ditanya sikap cerita diatas mana yang baik, pasti menurut pikiran kita sikap sianak bungsu. Tapi bagaimana menurut firman Tuhan? apakah sikap sianak bungsu dibenarkan dan kita boleh meniru sikap tersebut? Tidak!! Kita mesti mengerti bahwa kedua sikap tersebut diatas bukan yang terbaik dan ditentang oleh firman Tuhan.
Sisulung menyukakan  tapi kemudian melukai. Jelas ini sangat ditentang oleh firman Tuhan. Kita hanya menjadi pendengar tetapi tidak melakukan. Kita ibarat benih yang jatuh ditanah yang berbatu-batu ( Luk 8:13). Sikap yang kedua, sibungsu agak pembangkang. walau pada akhirnya ia melakukan juga. Melukai kemudian menyenangkan. Jelas ini juga ditentang oleh firman Tuhan. Walaupun pada akhirnya kita menyenangkan tapi sudah tidak baik lagi karena kita sudah telebih dahulu menoreh luka dihati seseorang. Ibarat orang yang me “maku” sesuatu. Walaupun pakunya sudah dicabut, namun sesuatu itu sudah tidak indah lagi karena bekas paku masih terlihat padanya.
Jadi, yang harus kita lakukan sebagai anak-anak Bapa adalah, kita harus taat dan patuh kepada Dia. Menjadi pelaku firman jangan setengah-setengah, bukan hanya sebagai pendengar dan manis dibibir tetapi harus sungguh-sungguh, segenap hati dan tanpa bersungut-sungut.***
Demikianlah raja Daud menganggap Firman dan kuasa Tuhan yang dapat menghiburnya, pada saat ia berjalan dalam menjalani kehidupannya. Pada saat ia memiliki musuh, ia tahu bahwa Tuhan dapat mengalahkan musuhnya dengan gada Tuhan dan ia hanya berdiam saja dibawah tuntunan Tuhan. Pada saat ia mulai lari dari jalur Firman Tuhan atau mulai melenceng dari kebenaran Firman Tuhan, iapun tahu bahwa Firman Tuhan yang berfungsi sebagai tongkat dapat membuat ia kembali kejalan yang benar. Demikianlah pengetahuan dan keyakinan raja Daud kepada Tuhan sehingga membuat ia bisa berkata “aku tidak kuatir.”
Hal ini jugalah yang membuat raja Daud dapat berkata: “Engkau menyediakan hidangan bagiku, dihadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh berlimpah.” Maksudnya adalah pada saat lawan datang mengganggunya, yang berperang melawan mereka adalah Tuhan, dia hanya duduk diam, menikmati berkat Tuhan yang sudah disediakan baginya.
Demikianlah tenangnya kehidupan kita dibawah perlindungan seorang gembala yang baik. Raja Daud berkata; Kebajikan dan kemurahan akan mengikutiku seumur hidupku, dan aku akan diam dirumah Tuhan.”
Saat ini kita akan mengoreksi diri kita. Tidak bisa dipungkiri, kita adalah gembala bagi beberapa orang. Mungkin itu gembala dalam rumah tangga, gembala dalam masyarakat, gembala dalam sekolah, gembala jemaat, atau gembala dimanapun tempat yang  kita pimpin. Kalau kita ingin menjadi gembala yang baik, ikutilah teladan Tuhan sebagai gembala.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar